Berangkat dari istri tercinta difonis oleh Dr. Tina (Tanjung Duren - Grogol) terserang penyakit Tifus, akhirnya saya coba tanya-tanya kepada tetangga terdekat, sanak saudara, kerabar dekat, nenek tercinta, sampai ke dunia maya (Prop. Google). Dan akhirnya ada seseorang mem-post di blogspot (mypotik) tentang Penyakit Tifus ini. Inilah artikel yang ia post kan, semoga bermanfaat :
Penyakit tifus sudah lama “menemani” kehidupan kita yang bermukim di Indonesia. Bukan jenis penyakit baru, tapi tak kunjung berhasil diberantas. Bahkan karena kebandelannya, kuman ini bisa bangkit lagi menyerang bila pengobatan tak tuntas. Bagaimana supaya tak terjangkit tifus, dan kalau sudah terjangkit hal-hal penting apa yang harus dilakukan?
Penyakit tifus sudah lama “menemani” kehidupan kita yang bermukim di Indonesia. Bukan jenis penyakit baru, tapi tak kunjung berhasil diberantas. Bahkan karena kebandelannya, kuman ini bisa bangkit lagi menyerang bila pengobatan tak tuntas. Bagaimana supaya tak terjangkit tifus, dan kalau sudah terjangkit hal-hal penting apa yang harus dilakukan?
Setelah
beberapa hari demamnya tak kunjung turun, Tina dinyatakan terdeteksi
menderita tifus abdominalis atau lebih dikenal demam tifoid. Syukurlah,
cukup diobati selama dua minggu kondisinya sudah terlihat membaik.
Sayang begitu obat dihentikan, demam dan sakit perutnya mulai terasa
kembali.
Rupanya
kuman salmonela, si biang keladi yang bersarang dalam usus halusnya
belum terbasmi tuntas. Begitu Tina diberi obat lagi selama dua minggu
berikutnya, kondisinya pun pulih. Ia tidak lagi diganggu sakit perut
ataupun demam. Buang airnya juga sudah kembali normal. Pemeriksaan darah
di laboratorium klinik terhadap salmonela memberi hasil negatif.
Pengobatan
penyakit usus ini memang susah-susah gampang, karena memerlukan
pemantauan berkelanjutan. Pasalnya, bila kuman belum terbasmi dengan
baik, dan pengobatan dihentikan, bisa saja muncul gejala ulang seperti
pada Tina tadi. Atau bahkan yang lebih fatal lagi, dapat terjadi
komplikasi pada organ lain.
Bahaya carrier
Kuman
salmonela merupakan penyebab tifus. Kuman penghantam usus halus ini
terdiri atas Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B, C. Binatang
seperti unggas, kucing, anjing, sapi, kuda, babi serta binatang
mengerat merupakan sahabat kuman yang juga sangat betah tinggal dalam
tubuh manusia. Salmonella typhi umumnya lebih ganas daripada Salmonella
paratyphi. Kalau pas naas, dalam tubuh seorang penderita bisa saja
hinggap sekaligus kedua macam salmonela itu. Soalnya kuman ini cukup
tangguh. Ia mampu bertahan hidup cukup lama dalam tinja, sampah, daging,
telur, makanan yang dikeringkan, bahkan dalam bahan kimia seperti zat
pewarna makanan sekalipun.
Salmonela
sampai ke dalam tubuh kita via makanan atau minuman yang tercemar cukup
banyak oleh kuman ini. Pencemaran bisa terjadi melalui orang yang
mempersiapkan makanan (karena tangannya kotor), akibat makanan masih
kurang matang, atau makanan dihinggapi lalat pembawa kuman. Salmonella
typhi juga bisa ditularkan para carrier (pembawa kuman) melalui
tinjanya. Siapa pembawanya tidak akan tampak, karena ia kelihatan
sehatsehat saja. Namun, pada umumnya carrier adalah mereka yang sudah
dinyatakan sembuh dari penyakit tifus tapi masih terus mengekskresi
salmonela dalam tinja dan air kemihnya. Biasanya ini bisa berlangsung
selama lebih dari satu tahun akibat adanya disfungsi kandung empedu.
Kuman
itu memang bisa menerobos dan bersarang dalam batu empedu atau dalam
dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat akibat radang
menahun. Salmonela bisa juga menerobos masuk ke pembuluh darah dan getah
bening, kemudian merajalela ke organ-organ tubuh lain, misalnya ke
pembuluh darah jantung, paru-paru, empedu, hati, dan tulang, bahkan ke
otak dan akan menimbulkan peradangan. Umumnya pada kasus komplikasi
seperti ini panas tingginya lebih sulit turun dan disertai gejala lain.
Kuman
tifus memang termasuk bandel. Kalau pengobatan tak tuntas, setelah dua
minggu pengobatan penyakitnya bisa mengamuk lagi. Tentu saja penderita
harus segera kembali ke dokter yang semula menanganinya. Biasanya dokter
akan menyarankan agar darah diperiksa kembali di laboratorium klinik
untuk memastikan apakah memang sang kuman masih bebas berkeliaran.
Selain melalui pembiakan darah di laboratorium (memerlukan kira-kira 3 -
7 hari), salmonela dapat pula terdeteksi melalui uji Widal (tes
aglutinasi), tinja, dan urine.
Begitu
masuk ke dalam tubuh, salmonela dengan leluasa menerobos dan merusak
dinding usus. Akibatnya usus terluka sampai bisa mengalami perdarahan.
Dalam hal ini tinja penderita berwarna kehitaman. Pada kasus lebih parah
dinding usus sampai berlubang.
Demam
tifoid pada umumnya berlangsung selama 10 - 20 hari, meski dapat
bervariasi antara 3 - 60 hari, tergantung jumlah kuman yang menyerbu.
Semakin banyak, tentu semakin cepat muncul gejalanya. Kemudian, dari
hari ke hari demam pada penyakit usus halus ini akan naik. Kalau pada
hari-hari pertama demam hanya timbul pada sore atau malam hari, setelah
minggu pertama juga akan timbul pada pagi dan siang hari. Bila saat itu
penderita belum juga mendapat obat antibiotik yang membantu membasmi
kuman tersebut, pada minggu kedua sampai ke empat suhu tinggi akan
menetap.
Pada
suhu tinggi demikian penderita bisa sampai mengigau dan apatis. Obat
yang sampai saat ini umum digunakan oleh dokter adalah kloramfenikol
dengan dosis 4 x 500 mg/hari pada orang dewasa, dikonsumsi selama tujuh
hari bebas panas. Biasanya obat dikonsumsi selama 10 - 14 hari. Selain
demam, gejala tambahan tifus a.l. sakit kepala, lesu, lidah berwarna
putih kotor dengan tepi merah, sakit perut, muntah, diare, atau malah
tidak dapat buang air besar.
Tidak usah bubur saring
Pasien
demam tifoid pada umumnya berhenti mengeluarkan salmonela setelah tiga
bulan. Bila sampai lebih dari jangka waktu itu ia masih mengekskresi
salmonela, ia disebut carrier. Lebih gawat lagi, sekitar 3% pasien masih
mengekskresi salmonela lebih dari satu tahun. Carrier jarang terjadi
pada anak-anak, melainkan banyak pada bekas penderita usia menengah, dan
lebih sering pada wanita dibandingkan pria.
Pengobatan
carrier tifoid merupakan masalah cukup sulit. Obat antimikroba yang
dapat digunakan misalnya ampisilin atau amoksisilin oral satu gram tiap
enam jam selama empat minggu. Gagalnya pengobatan bisa jadi karena kuman
sudah terlampau lama bersarang dalam saluran empedu intrahepatik.
Sedangkan salmonela dalam tinja lebih mudah dibasmi dengan fluorokinolon
oral.
Penderita
tidak selalu harus dirawat di rumah sakit, tergantung dari parah
tidaknya penyakit tersebut. Namun, pada umumnya dokter tidak mau
mengambil risiko dan pasien diharuskan masuk rumah sakit. Apalagi kalau
panas tidak turun-turun. Selain itu juga untuk mencegah penularan
terhadap anggota keluarga lain.
Pada
anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi jarang terjadi.
Komplikasi biasanya terjadi bila penderita tidak segera ditangani dengan
baik atau perawatannya kurang sempurna. Sebab itu perawatan sejak awal
yang melibatkan obat, diet makanan, dan istirahat yang cukup sangat
diutamakan.
Bila
pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit, perawatan tersebut
dimaksudkan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Ia harus istirahat
berbaring sampai minimal tujuh hari bebas demam atau kurang lebih
selama 14 hari. Gunanya untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan
usus atau perforasi usus. Sedangkan mobilisasi pasien dilakukan secara
bertahap, sesuai kepulihan pasien. Untuk perawatan dengan kesadaran
menurun dianjurkan agar posisi tubuhnya diubah-ubah untuk menghindari
komplikasi pneumonia serta luka baring.
Umumnya
perjalanan penyakit berlangsung baik, asalkan diobati sejak dini dengan
memperhatikan gejala-gejala awal penyakit tersebut. Namun, umur,
keadaan umum pasien, derajat kekebalan tubuh, jumlah salmonela, serta
cepat dan tepatnya pengobatan sangat menentukan kesembuhan pasien. Kalau
melihat angka kematian pada anak-anak ”cuma” 2,6 % dan orang dewasa 7,4
% (rata-rata 5,7%), bisa disimpulkan, sebagian besar pengobatan demam
tifus berjalan baik.
Kalau
dulu seseorang yang menderita demam tifoid diharuskan makan bubur
saring, kini tidak lagi. Betapa pun kalau pasien sendiri menginginkan
bubur saring atau bubur kasar, tidak ada salahnya mengikuti keinginannya
asalkan disertai lauk pauk yang memenuhi gizi. Yang penting, setelah
dinyatakan sembuh diet makanan sehari-harinya tetap perlu mendapatkan
perhatian sampai keadaan benar-benar pulih.
Di
Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun karena udaranya
sangat menunjang pertumbuhan kuman tersebut dan banyak orang kurang
memperhatikan higiene akanan. Sebab itu, sampai saat ini demam tifoid
sulit diberantas tuntas. Namun, bukan berarti penyakit ini tidak bisa
dicegah.
Penyakit
tifus tetap dapat dicegah dengan memperhatikan kebersihan lingkungan
dan perorangan. Upayakan agar makanan tidak dihinggapi lalat dan
masaklah makanan dan air minum sampai betul-betul matang. Bila perlu
kita bisa mencegahnya dengan imunisasi, terutama saat salmonela sedang
mewabah.
0 comments: (+add yours?)
Post a Comment